Kamis, 15 Oktober 2009

AJARAN AGAMA BUDDHA TENTANG JALAN TENGAH DAN PSYCHOTHERAPY, ATAU PENYEMBUHAN SECARA KEJIWAAN, MENURUT DUNIA BARAT.

By: Shanti Tayal

Tujuan psychotherapy, - atau Ilmu Penyembuhan secara kejiwaan terhadap penderita penyakit jiwa -, yang modern, adalah : menyembuhkan, mengurangi sakit, dan membebaskan penderitaan, karena terkena akibat-akibat dari problema-problema kehidupan, yang dialami oleh orang-orang yang didiagnosa sebagai orang yang menderita penyakit jiwa. Didalam masalah ini, adalah merupakan suatu hal yang bermanfaat, kalau saya kemukakan pertanyaan-pertanyaan, yang memerlukan jawaban-jawaban dari para ahli psychotherapy, yang bunyinya sebagai berikut ini : Apakah psychotherapy itu?. Apakah penyakit jiwa itu?. Apa tehnik-tehnik yang dipergunakan dalam psychotherapy itu?. Apakah tujuan-tujuan dari psychotherapy itu?. Bagaimana cara penyembuhannya?. Sampai sejauh mana keeffektifan penyembuhannya itu?. Dengan kata lain, dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tersebut, berarti kita menanyakan masalah keadaan status dari sistem psychotherapy, di Dunia Barat, pada masa sekarang ini.

Suatu peninjauan kembali mengenai definisi-definisi psychotherapy, yang berkembang akhir-akhir ini, nampaknya dikarenakan adanya kebingungan di kalangan para ahli psychotherapy, yang sedang bertugas menelaah masalah-masalah psychotherapy. Semua definisi yang ada, itu mempunyai kesamaan dalam satu hal, yaitu bahwa psychotherapy adalah ilmu yang membicarakan mengenai beberapa jenis cara pemecahan terhadap problema-problema gangguan emosional dan gangguan tingkah-laku. Terdapat perbedaan yang besar mengenai pendapat-pendapat sehubungan dengan masalah tehnik-tehnik dan proses-prosesnya, tujuan-tujuannya dan hasil-hasilnya. Menurut Whitaker dan Malone (1953), psychotherapy itu adalah:

Suatu kegiatan operasional yang bersifat interpersonal, didalam mana adaptasi organismic yang bersifat total dari individu, di-katalisasi-kan, oleh individu lainnya, secara sedemikian rupa, sehingga tingkatan kemampuan meng-adaptasi si pasien mengalami peningkatan.

Definisi dari Wolberg (1954) berkeadaan lebih bersifat deskriptif, dan rumusannya adalah sebagai berikut ini :

Psychotherapy adalah suatu bentuk penanganan terhadap problema-problema yang sifatnya emosional, didalam mana seorang yang telah terlatih secara baik, berusaha untuk membentuk hubungan yang professional dengan pasien, dengan tujuan untuk : melenyapkan, memodifikasi, atau menghambat munculnya symptom-symptom, ikut campur tangan terhadap pola-pola tingkah-laku yang terganggu, dan berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian, yang positif, dari pasiennya itu.

Definisi-definisi yang demikian itu, walaupun bersifat komprehensif dan disusun oleh para cendekiawan di bidang psychotherapy, namun tidak dapat menolong untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti yang telah kami kemukakan dimuka tadi. Definisi-definisi yang mereka susun itu lebih banyak mengundang pertanyaan-pertanyaan, dari pada menjawab masalah-masalah. Definisi-nya Wolberg mengatakan bahwa seseorang yang telah terlatih secara profesional di bidang ilmu psychotherapi itu dapat membentuk hubungan dengan orang yang menderita penyakit jiwa: tetapi sama sekali mengenyampingkan pertanyaan-pertanyaan, sebagai misalnya : Apa bentuk penanganan atau penyembuhannya?. Bagaimana corak hubungannya itu?. Dan mengapa hubungan yang telah diadakan itu mampu mengubah tingkah-laku atau mampu melenyapkan penyakitnya?. Bagaimana cara memodifikasi tingkah-laku pasiennya?. Dan bagaimana caranya menghambat munculnya symptom-symptom yang menyakitkan itu?. Pada tahun 1934, setelah mengemukakan pertanyaan-pertanyaan serupa mengenai masalah psychotherapy, Geraldine Coster, mengambil kesimpulan sebagai berikut ini : "Kita heran, mengapa hingga sekarang ini, belum ada seorang pun, yang nampaknya telah mengetahui setepatnya, mengapa suatu penganalisaan di bidang psychotherapy itu dapat dianggap sebagai suatu penyembuhan?". Dan setelah 35 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1969 -, seorang psychiatrist yang bernama Richard Chessick, mengeluh mengenai keadaan psychotherapy pada waktu itu, dengan mengungkapkan pendapatnya itu dengan kata-kata sebagai berikut ini:

Setelah kami kumpulkan banyak pengalaman klinik, dan sesudah kami perdalam dan perluas pengetahuan kami, selama masa bertahun-tahun, kami memperoleh kesimpulan, mengenai keadaan para : psychoterapist, yang kurang menggembirakan, yaitu bahwa mereka hingga sekarang belum dapat menyepakati konsensus bersama, mengenai issue-issue vital tertentu.

Selanjutnya, dia meneruskan mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan bahwa permasalahan tehnik-tehnik dan methode-methode psychotherapy itu benar-benar berkeadaan seperti hutan, dimana tumbuh-tumbuhan yang dapat menjadi obat, dan yang menyehatkan, tumbuh berdampingan dengan tumbuh-tumbuhan yang tidak mendatangkan manfaat, atau bahkan kadang-kadang disitu juga terdapat rumput-rumput yang beracun. Orang menjadi berada didalam keragu-raguan, atau menghadapi dilema, ketika menghadapi kumpulan berbagai pendekatan atau cara penyembuhan, yang nampaknya mengesankan, dari para ahli ilmu jiwa dan psychiatry, sebagai misalnya para penganut Freud, para Neo-Freudian, para pengikut Jung, Adler, sampai ke pengikut aliran psychotherapy yang mempergunakan methode penyembuhan yang dinamai latihan sensitivitas, penyembuhan dalam kelompok, dan methode-methode penyembuhan lainnya lagi. Sistem-sistem penyembuhan tersebut telah memperkembangkan bahasa dan perbendaharaan kata-katanya sendiri, yang dicirikan oleh ambiguitas, cliche-cliche dan abscurantisme. Nampaknya, para ahli psychotherapy itu, berbicara secara tidak jelas, hanya ditujukan kepada dirinya sendiri saja, dan kurang komunikatif.

Kebanyakan dari apa yang telah mereka lakukan didalam psychotherapy, adalah merupakan suatu aktivitas yang steril, yang cenderung memberikan suatu aura, suatu suasana, agar dihormati orang sebagai bersifat ilmiah. Hal-hal yang demikian itu, yang mengganggu semangat ilmiah, cenderung memberikan penampakan bahwa tujuan dari psychotherapy modern itu jelas dan definitif. Pada hal kenyataannya, adalah sebaliknya, yaitu bersifat segmental, berkeadaan terpotong-potong, singkat-singkat keterangannya, dan dangkal, yaitu hanya berdasarkan suatu konsep yang hampir berkeadaan kacau, mengenai tujuan-tujuan dan kehidupan manusia.

Sekalipun demikian, pernyataan yang dilebih-lebihkan dan nampaknya populer dari psychotherapy menurut Dunia Barat itu, apabila kita perhatikan, yang terjadi di Dunia Barat, adalah adanya pertumbuhan ketidakpuasan dan menurunnya semangat, dengan disertai permasalahan-permasalahan dan hasil-hasil yang kurang memuaskan.

Kiranya tidaklah begitu mengherankan, apabila kita dapati begitu banyak orang-orang Barat yang berpaling ke Filsafat-Filsafat, Agama-Agama, dan praktek-praktek Meditasi, yang ada di Dunia Timur. Mereka mendapati fakta bahwa didalam Agama Buddha itu terdapat beberapa kekuatan pendorong kehidupan, dan sifatnya relevant dengan ilmu psychotherapy modern. Mereka melihat bahwa didalam Agama Buddha terdapat suatu Jalan yang aseli, untuk dapat terbebas dari cobaan-cobaan dan pahit getir kehidupan. Sang Buddha mengajarkan cara-cara penyembuhan terhadap penderitaan manusia, yang beliau cantumkan didalam Ilmu-Jiwa Buddhis, yang sifatnya unique, yang berisi uraian mengenai pemahaman terhadap fikiran, hati, dan kemauan pada diri manusia. Sang Buddha juga telah mengajarkan Jalan yang membawa kesembuhan. Jalan, cara kehidupan, tehnik kehidupan, itu dikenal dengan nama Jalan Tengah (= The Middle Way). Sang Buddha telah menunjukkan kepada kita, Jalan tersebut, yang berguna bagi kehidupan banyak orang, yang dapat memberikan kebahagiaan kepada banyak orang, serta yang ajarannya berdasarkan Cinta-Kasih Universal, untuk pencapaian kesejahteraan, dan kemajuan Dunia.

Sang Buddha, didalam khotbah beliau yang pertama, telah menerangkan tentang ajaran beliau yang dinamai Jalan Tengah itu, sebagai berikut ini :

"O, Para Pendeta! Dua hal yang ekstrim ini, hendaklah jangan diikuti oleh orang yang telah berniat untuk menjadi Pengembara (= Pendeta)! Apa yang dua itu!?!. (Yang satu), adalah kehidupan yang mengejar kenikmatan keinderaan, suatu praktek kehidupan yang rendah, yang tidak berharga, yang tidak menguntungkan; (dan yang satunya lagi), adalah kehidupan yang mementingkan penyiksaan tubuh, yang membiarkan tubuh merasa sakit, suatu praktek kehidupan yang tidak berharga, yang tidak menguntungkan.

Dengan jalan menghindari kedua ekstrim tersebut, Sang Tathagata, telah dapat mencapai Jalan-Tengah, yang dapat memberikan vision (Pandangan) yang agung, pengetahuan yang tinggi, ketenteraman, pengetahuan khusus, Penerangan Sempurna, atau Kesadaran Nibbana.

Ajaran Jalan Tengah itu merupakan prinsip yang paling fundamental didalam Agama Buddha. Itu adalah Jalan yang dapat membimbing orang ke pencapaian Tujuan Kehidupan Yang Tertinggi, - yaitu Pencapaian Kesadaran Nirvana. Diagnostic dan therapy-nya Sang Buddha, yang berdasarkan Pandangan-Terang (= Insights) itu nampak dengan jelas didalam ajaran beliau, yang dinamai Empat Kasunyataan Mulia (= The Four Noble Truths), yang terdiri dari :

Kasunyataan Mulia mengenai Penderitaan;
Kasunyataan Mulia mengenai Asal Penderitaan;
Kasunyataan Mulia mengenai Berhentinya atau Lenyapnya Penderitaan; dan
Kasunyataan Mulia mengenai Jalan untuk menghentikan atau melenyapkan Penderitaan.

Prinsip Ke-Empat dari Buddhism, adalah merupakan sarana dengan mana Prinsip Yang Pertama - Duhkha-satya - dikenal dan direalisir; Prinsip Ke-Dua - Samudaya-satya - dikenal dan difahami, dan Prinsip Ke-Tiga Nirodha-satya - diaktualisasikan, dan dengan demikian lalu Nirvana tercapai. Oleh karena itu, ajaran tersebut dinamai Jalan, atau Jalan Mulia : Magga atau Ariya-magga didalam Bahasa Pali-nya, dan Marga atau Arya-marga didalam Bahasa Sanskritnya (Gard, 1961).

Kasunyataan Mulia yang merupakan Jalan yang dapat membimbing orang ke berhentinya atau lenyapnya penderitaan itu, kita temui secara sederhana, tercantum didalam ajaran yang dinamai Jalan Utama Yang Ber-Ruas Delapan (= The Noble Eightfod Path). Jalan Utama Yang Ber-Ruas Delapan ini, dapat kita terapkan didalam kondisi-kondisi kehidupan masa sekarang, dan adalah ajaran yang meyakinkan untuk dapat mencapai kehidupan yang bahagia dan untuk mengadakan penyesuaian-diri secara baik. Ajaran Jalan Utama yang Ber-Ruas Delapan itu, membentuk tiga dasar dari kehidupan dengan mental yang sehat, dan bermanfaat, tidak hanya bagi umat Buddha saja, tetapi juga bagi siapa pun.

(Ajaran Jalan Utama yang Ber-Ruas Delapan, itu dapat dibagi menjadi tiga kelompok, sebagai berikut ini :)

1. TINGKAH LAKU ETHIS.

1. Ber-Bicara Yang Benar.
2. Ber-Aksi Yang Benar.
3. Ber-Mata Pencaharian Yang Benar.

2. DISIPLIN MENTAL.

1. Ber-Usaha Yang Benar.
2. Ber-Perhatian Yang Benar.
3. Ber-Konsentrasi (= Dhyana) - Keinginan-keinginan yang berisi hawa-nafsu lenyap - Aktivitas Intelektual ditekan dan ketenteraman diperkembangkan;- Kegembiraan, - suatu sensasi-, lenyap-, semua sensasi lenyap.

3. KEBIJAKSANAAN (= WISDOM).

1. Ber-Fikir Yang Benar.
2. Ber-Pengertian Yang Benar.

Jalan ini, adalah Jalan Kehidupan, yang sangat bermanfaat untuk diikuti, dipraktekkan, dan diperkembangkan oleh setiap orang. Ajaran ini adalah merupakan Disiplin-Diri; atau, kalau saya boleh menamainya ajaran ini adalah merupakan Therapy-Diri, terhadap: badan, kata-kata, dan fikiran. Ajaran ini merupakan latihan pengembangan-diri yang menyentuh segi-segi dari yang harus kita perkembangkan. Ajaran ini dapat mencegah orang untuk tidak mengalami penyakit-penyakit yang sifatnya kronis, didalam kehidupan. Anda boleh mempercayainya, atau boleh tidak mempercayainya. Anda mungkin tergolong orang yang rajin melaksanakan persembayangan setiap harinya, atau tergolong yang kurang rajin dalam bersembahyang. Anda mungkin tergolong orang yang rajin memuja Tuhan Yang Maha Esa, atau tergolong yang kurang rajin dalam memuja Tuhan Yang Maha Esa. Demikian juga anda mungkin tergolong orang yang rajin dalam mengikuti ceremoni-ceremoni keagamaan, atau tergolong yang kurang rajin dalam mengikuti ceremoni-ceremoni keagamaan.

Jalan ini adalah Jalan Kehidupan yang berisi suatu Pandangan Hidup Yang Benar. Ajaran ini tidak menyarankan agar kita meninggalkan kehidupan duniawi. Yang disarankan adalah agar kita mau memodifikasi pendekatan kita, dan mau memiliki perangkat sikap mental yang baik, terhadap kehidupan dan terhadap lingkungan sekitar kita. Demikianlah, melalui melaksanakan disiplin-disiplin-diri, yang keras, kita telah melangkah di Jalan yang membawa kita ke Realisasi-Diri, atau ke Pencapaian Kesadaran Nirvana.

Suatu Therapy (= Penyembuhan"), itu "kita katakan berhasil, sejauh penyembuhan itu dapat mengurangi keragu-raguan yang terdapat didalam diri pasien, dan dapat memberi keyakinan makin sehatnya tubuhnya, mengurangi penderitaannya yang berupa perasaan kurang-aman-diri-nya didalam bergaul dengan orang-orang lain, serta dapat mendukung kemantapannya didalam menghayati kepercayaan-kepercayaannya, yang bersifat Theo-Philosophis". (Masserman, 1971).

Bibliography
Chessick, Richard D. "How Psychotherapy Helas - The Process of Intensive
Psychotherapy, New York, Science House, 1969
Coster, Geralidine "Yoga and Western Psychology" : A Comparison, London, Oxford
University Press, 1934
Gard, Richard A. (Ed). "Buddhism", New York, George Braziller, 1961.
Masserman, Jules H. "Techniques of Therapy", Science & Psychoanalysis, Vol.
XVIII, New York, Grune & Stratton, 1971
Whitaker, C.& Malone T. "The Roots of Psychotherapy", Philadelphia:
Blakiston 1953.
Wolberg "The Technique of Psychotherapy", New York, Grune &
Stratton, 1954

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

101 Ebook Gratis